Makalah Sistem Keuangan Syariah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah
yang diampu oleh Ahmad Samlawi, S.E.,M.Si.
Disusun Oleh :
Kelompok 3
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang “Sistem Keuangan Syariah” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Shalawat Serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW kepada keluarga dan para sahabatnya serta kepada kita sebagai umat akhir zaman. Serta pula kami ucapakan terimakasih kepada bapak Ahmad Samlawi S.E M.Si yang telah memberkan tugas ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan atau kesalahan yang mungkin harus diperbaiki oleh karena itu,kami mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan tersebut. Kritik dan Saran kepada kami sangat diharapkan untuk membangun dan menunjang kesempurnaan makalah. Dan semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Sleman, 18 September 2020
Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR 2
Daftar Isi 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan penulisan 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
A. Pengertian 6
B. Konsep Memelihara Harta 7
C. Akad/Kontrak/Transaksi 8
D. Transaksi yang Dilarang dalam Islam 9
E. Prinsip Sistem Keuangan Islami 12
F. Instrumen Keuangan Islami 13
Instrumen keuangan Islami dapat dikelompokkan sebagai berikut: 13
G. Ciri-Ciri Sistem Keuangan Islami 14
H. Peran Dan Tujuan Sistem Keuangan Islami 14
BAB III 15
PENUTUP 15
A. Simpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem keuangan Syariah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya adalah memperkenalkan sistem nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini, maka keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam. Seiring dengan terjadinya krisis global dalam sistem keuangan kapitalis, kini para ekonom barat mulai mengadopsi sistem keuangan Islami. Banyak dari mereka yang melakukan kajian mendalam terhadap perekonomian yang berlandaskan prinsip-prinsip Syariat Islam. Sistem yang bersumber dari ajaran Allah SWT, ini terbukti tetap tangguh menghadapi permasalahan tersebut baik yang terjadi tahun 1998 maupun 2008 dan hingga kini. Sistem keuangan Islami terkait erat dengan harta kekayaan, akad transaksi serta transaksi yang diperbolehkan dan dilarang syariah, sebagaimana hal ini akan dibahas pada bab berikutnya.
Rumusan Masalah
Ditinjau dari latar belakang diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah, diantaranya:
Bagaimana pengertian sistem keuangan Syariah?
Bagaimana konsep memelihara harta ?
Bagaimana pengertian akad/kontrak/transaksi ?
Apa saja yang termasuk dalam transaksi yang dilarang dalam Islam ?
Apa saja prinsip sistem keuangan Syariah?
Bagaimana instrumen keuangan Syariah ?
Bagaimana ciri-ciri sistem keuangan syariah ?
Bagaimana peran dan tujuan sistem keuangan Syariah ?
Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu diantaranya:
Untuk mengetahui sistem keuangan Syariah.
Untuk mengetahui konsep memelihara harta.
Untuk mengetahui akad/kontrak/transaksi.
Untuk mengetahui transaksi yang dilarang dalam Islam.
Untuk mengetahui prinsip sistem keuangan Syariah
Untuk mengetahui instrumen keuangan Syariah.
Untuk mengetahui ciri-ciri sistem keuangan Syariah
Untuk mengetahui peran dan tujuan sistem keuangan Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Istilah “Keuangan Islami” menunjukkan dua kekuatan kata yang bersaing. Kata benda “keuangan” menunjukkan bahwa pasar keuangan Islam dan lembaga yang berurusan dengan alokasi keuangan dan risiko kredit. Dengan demikian, keuangan Islam harus didasari dengan prinsisp yang setidaknya mirip dengan bentuk dari pembiayaan lainnya. Di sisi lain, kata sifat “Islami” menunjukkan beberapa perbedaan mendasar antara keuangan Islam dan lembaga keuangan konvensional.
Sistem keuangan Syariah adalah sistem keuangan yang berdasarkan prinsip prinsip Islam, bagaimana cara memproduksinya, mendapatkannya dan mendistribusikannya sesuai dengan jalan yang telah di atur oleh Al-Qur’an, Sunnah dan juga Ijma Ulama serta memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Sistem keuangan merupakan tatanan perekonomian dalam suatu negara yang berperan melakukan aktifitas jasa keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga keuangan. Tugas utama sistem keuangan adalah sebagai mediator antara pemilik dana dengan pengguna dana yang digunakan untuk membeli barang atau jasa serta investasi.
Konsep Memelihara Harta
Dalam Islam terdapat konsep untuk memelihara kekayaan agar bisa dimiliki manusia dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan sesuai dengan keinginan pemilik mutlak dari harta kekayaan tersebut yaitu Allah SWT.Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk memenuhi sebagian perintah Allah seperti infak, zakat, menunaikan haji, perang (jihad), dan sebagainya.
“…Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS 62:10)
Islam menganjuran manusia untuk bekerja dan juga melakukan hal yang memang dianggap baik, seperti berniaga. Juga menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Sebagaimana diriwayatkan oleh hadis-hadis berikut:
“Harta yang paling baik adalah harta yang diperoleh oleh tangannya sendiri…”(HR. Bazzar At Thabrani)
“Barang siapa membuka bagi dirinya satu pintu meminta-minta (yakni membiasakan diri meminta-minta meski belum benar-benar terpaksa) niscaya Allah akan membukakan baginya tujuh puluh pintu kemiskinan”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar (legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang baik di jalan Allah SWT. Menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak.
Dalam pengunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun disisi lain juga harus cerdas dalam menggunakan hartanya untuk mencari pahala akhirat. Ketentuan syariah yang berkaitan dengan penggunaan harta, antara lain:
Tidak boros dan tidak kikir
Memberikan infak dan shadaqah
Membayar zakat sesuai ketentuan
Memberi pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan)
Meringankan kesulitan orang berutang
Akad/Kontrak/Transaksi
Akad adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.
Fiqh muamalah membagi akad menjadi dua bagian, yakni:
Akad tabarru’ (Gratuitous Contract), yaitu perjanjian. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan, pihak yang berbuat kebaikan hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT, dan bukan dari manusia. Ada 3 bentuk akad tabarru’ :
Meminjamkan Uang
Meminjamkan Jasa
Memberikan Sesuatu
Akad tijarah (Compensantional Contract) adalah perjanjian yang menyangkut transaksi untuk memperoleh keuntungan. Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
Natural uncertainty contract adalah satu jenis kontrak transaksi yang secara alamiah mengandung ketidakpastian dalam memperoleh keuntungan. Contoh akad dalam kelompok ini adalah musyarakah, mudharabah, muzara’ah, musaqamah, dan mukhabarah.
Natural Certainty Contract adalah satu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatnya, baik dari segi jumlah dan waktu penyerahannya. Contohnya adalah murabahah, salam, istishna’, dan ijarah.
Dalam akad harus memenuhi ketentuan rukun dan syarat sahnya suatu akad ada tiga yaitu:
Pelaku yaitu para pihak yang melakukan akad. Pihak yang melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu orang yang merdeka, mukalaf dan orang yang sehat akalnya.
Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan, objek mudharabah dan musyarakah adalah mudal dan kejasama, objek sewa menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan seterusnya.
Ijab kabul merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling rida.
Transaksi yang Dilarang dalam Islam
Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sebagai berikut:
Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah SWT,.
Aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan Allah SWT, walaupun ada kesepakatan dan rela sama rela antara pelaku transaksi maka haram karena tidak memenuhi rukun sahnya suatu akad.
”Sesungguhnya Allah mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka Allah sungguh Maha Pengampun, dan Maha Penyayang.” (QS 16: 15)
”Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan harganya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Riba
Dalam Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang riba. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-turut dari QS 30:39, QS 4:160-161, QS 3:130 dan QS 2:278-280.12
Larangan riba sebenarnya tidak hanya berlaku untuk agama Islam, melainkan juga diharamkan oleh seluruh agama samawi selain Islam. Yahudi melarang pengambilan bunga (riba). Baik dalam Old Testament (Perjanjian Lama) maupun undand-undang Talmud. Dan dalam kalangan Kristiani dalam Kitab Perjanjian Baru dalam ayat Lukas 6:34-35 merupakan ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga (riba).
Penipuan
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain dan dapat terjadi di dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.
”Dan janganlah kamu campur adukan kebenaran dan kebathilan, dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahui.” (QS 2:42)
Perjudian
Transaksi penjudian adalah teransaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, atau media lainnya.
”Wahai orang-orang yang beriman, sesunguhnya minuman keras, berjudi, berkorban (untuk berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung. (QS 5:90)
Gharar/transaksi yang mengandung ketidakpastian
Gharar terjadi jika terdapat incomplete information, sehingga ada ketidak pastian antara duabelah pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan. Dapat terjadi di dalam lima hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan dan akad.
”Bagaimana pendapatmu jika Allah mencegah biji untuk menjadi buah, sedang salah seorang dari kamu menghalalkan (mengambil) harta saudarannya?” (HR. Bukhari)
Ikhtikar/penimbunan barang
Ikhtikar dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan melangkannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan ikhtikar orang dapat memperoleh keuntungan yang besar dibawah penderitaan orang lain.
”Tidak menimbun barang kecuali orang yang berdosa”. (HR. Muslim, Turmudzi dan Abu Dawud)
Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.
”Wahai Rasulullah saw, harga-harga naik, tentukanlah harga untuk kami. Rasulullah lalu menjawab: Allah yang sesungguhnya penentu harga, penahan, pembentang dan pemberi rizeki. Aku berharap agar bertemu dengan Allah, tak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kezaliman dalam urusan darah dan harta.” (HR. Ashabus Sunan)
Bai’an najsy/rekayasa permintaan
An-Najsy termasuk dalam kategori penipuan (tadlis), karena merekayasa permintaan, di mana satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, agar calon pembeli tertari dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.
”Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran barang tanpa maksud untuk membeli.” (HR. Turmidzi)
Suap
Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidak adilan sosial dan permasalahan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
”… dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim …” (QS 2:188)
Ta’alluq/penjual bersyarat
Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (suatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad. Misal A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A; atau A bersedia menerima pesanan B asalkan C dapat memenuhi pesanan A.
Bai al inah/pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli
Misalnya, A menjual secara kredit pada B kemudian A membeli kembali barang yang sama dari B secara tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang seolah-olah melakukan jual beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang melainkan A mengharapkan untuk mendapatkan uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan pembayaran.
Jual beli dengan cara talaqqi al- rukban
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidak tahuan mereka.”Janganlah kamu mencegat kafilah/rombongan yang membawa dagangan di jalan, siapa yang melakukan itu dan membeli darinya, maka jika pemilik barang tersebut tiba di pasar (mengetahui harga), ia boleh berkhiar.” (HR. Muslim)
Prinsip Sistem Keuangan Islami
Adapun prinsip sistem keuangan Islami sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-Sunah adalah sebagai berikut:
Pelarangan riba. Riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman/pemilik harta, sedangkan yang merugikan peminjam bahkan mempersulit si peminjam.
Pemberian risiko. Hal ini konsekuensi logis dari pelanggaran riba yang menetapkan hasil bagi pemberi modal di muka. Sedang melalui pembagian risiko maka pembagian hasil akan dilakukan di belakang yang besarnya tergantung dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah pihak akan saling membantu untuk bersama-samamemperoleh laba, selain lebih mencerminkan keadilan.
Tidak menganggap uang sebagai modal pontensial. Sistem keungan Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh laba.
Larangan melakukan kegiatan spekulatif. Hal ini sama dengan pelangaran untuk transaksi yang memiliki tingkat ketidak pastian yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang memiliki resiko yang sangat besar.
Kesucian kontrak. Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi nilainya sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak harus dilakukan.
Aktivitas usaha harus sesuai syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah.
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela sama rela (antaraddim munkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung bersama risiko (al ghunmu bi al ghurni).
Instrumen Keuangan Islami
Instrumen keuangan Islami dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Akad investasi, kelompok akad ini adalah :
Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih, di mana pihak pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedang apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalain oleh mudharib.
Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara pemilik modal untuk mengabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedang kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.
Saham syariah produknya harus sesuai dengan syariah.
Akad jual beli/sewa menyewa, kelompok akad ini adalah:
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan biaya perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang dijual belikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarananya dilakukan secara tunai.
Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan di muka cicilan dalam beberapa kali (termin) atau ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu.
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapakan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
Akad lainnya meliputi:
Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut.
Qardhul Hasan adalah pinjaman yang mempersyaratkan adanya imbalan, waktu pengambilan pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
Al-Wakalah adalah jangka pemberian kuasa dari satu pihak kepihak yang lain.
Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang atas suatu pihak atau pihak lain.
Hiwalah adalah pengalian utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil) kepada pihak lain (al-muhal ’alaih) atas dasar saling mempercayai.
Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan pinjaman aset.
Ciri-Ciri Sistem Keuangan Islami
Ciri-ciri sistem keuangan Islami adalah:
Harta publik dalam sistem keuangan Islami adalah harta Allah.
Rasul adalah orang pertama yang melakukan praktik keuangan Islam.
Al-Qur’an dan sunah merupakan sumber yang mendasar bagi keuangan Islam.
Sistem keuangan Islami adalah sistem keuangan yang universal..
Sistem keuangan Islami mengambil prinsip alokasi terhadap layanan sebagai sumber sumber pendapatan negara.
Sistem keuangan Islam ditandai dengan transpransi.
Sistem keuangan Islam adalah modal toleransi umat Islam.
Peran Dan Tujuan Sistem Keuangan Islami
Peran utama dari sistem keuangan adalah untuk menciptakan insentif untuk alokasi yang efisien atas keuangan dan sumber daya nyata untuk tujuan kompetisi. Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik, menaikkan investasi dengan mengidentifiasi dan mendanai kesempatan usaha yang baik, memantau kinerja manajer, memberikan kesempatan atas perdagangan, mencegah dan mendiversifikasi resiko, dan memfasilitasi pertukaran barang dan jasa.
Adapun tujuan utamanya adalah kesejahteran ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosio-ekonomi serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi hasil) bagi semua pihak yang terlibat dengan penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Sistem keuangan Syariah adalah sistem keuangan yang berdasarkan prinsip prinsip Islam, bagaimana cara memproduksinya, mendapatkannya dan mendistribusikannya sesuai dengan jalan yang telah di atur oleh Al-Qur’an, Sunnah dan juga Ijma Ulama serta memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Sistem keuangan Syariah dilakukan untuk memenuhi maqashidus syariah bagian memelihara harta. Dalam menjalankan sistem keuangan Syariah, faktor yang paling utama adalah adanya akad/ kontrak/ transaksi yang sesuai dengan syariah Islam. Agar akad tersebut sesuai syariah maka harus memenuhi prinsip keuangan syariah, yang berarti tidak mengandung hal-hal yang dilarang syariah. Prinsip keuangan syariah sendiri secara ringkas harus mengacu pada prinsip rela sama rela, tidak ada pihak yang mendzalimi dan didzalimi, hasil usaha muncul bersama biaya, dan untung muncul bersama resiko. Dari prinsip ini berkembanglah berbagai instrumen keuangan syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal, Zamir Dan Abbas Mirakhor. 2008. Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktek. Jakarta: Kencana.
Nurhayati, Sri. 2015. Akuntansi Syariah Di IndonesiaEdisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Soemitra, Andri.2010. Bank Dan Lembaga Keuangan Shari’ah. Jakarta: Kencana.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung. CV. Pustaka Setia.
Veithzal Rivai, Haji.2013. Commercial Bank Management: Manajemen Perbankan Dari Teori Ke Praktik. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada.