Nasi sudah menjadi bubur dan harapan diskon UKT mulai luntur. Teriakan mahasiswa tak lagi di dengar oleh para penguasa. Lalu apakah kita patut menyerah?
Tiada kata menyerah dalam memperjuangkan kepentingan rakyat! Persoalan UKT mahasiswa tetaplah sebuah persoalan yang begitu penting. Mengingat UKT mahasiswa merupakan kewajiban sekaligus beban bagi orang tua di masa pandemi seperti ini. Alih-alih memperjuangkan sesuap nasi para orang tua harus berpikir seratus delapan puluh derajat untuk mendapatkan sejumlah uang demi membayar UKT anaknya yang notabene tak semudah membalikkan telapak tangan.
“Mahasiswa menangis, orang tua pun meringis” Begitulah kiranya kalimat yang tengah menggambarkan keadaan mahasiswa dan orang tuanya saat ini. Mencoba bertahan hidup di tengah pandemi sambil tertatih-tatih memperjuangkan pendidikan dengan biaya yang tinggi.
Kuliah daring dilakukan memakan banyak kuota namun tak jarang fasilitas keilmuan minim mereka dapatkan. Misalnya saja kualitas pengajaran yang dilakukan, tak jarang dosen hanya membagikan materi bahan ajar (sebut saja ppt atau sejenisnya) tanpa disertai penjelasan ataupun diskusi untuk menambah pemahaman mahasiswa. Bahkan ada juga oknum-oknum yang tidak memberikan hak kuliah online bagi mahasiswanya, tiba-tiba langsung ujian akhir semester saja. Lantas apakah jajaran petinggi kampus atau lebih-lebih Kemenag hanya diam saja tanpa menyoroti masalah ini?
“Kuota sekarat, ilmu pun tak dapat”. Begitulah kiranya sambatan-sambatan para mahasiswa yang berkeliaran di media sosial. Bagaimana tidak? Di masa SFH (School From Home) mereka harus menerima kenyataan bengkaknya alokasi keuangan untuk membeli tambahan kuota demi mampu mengikuti kuliah online. Namun bagaimana dengan pemahaman materi yang mereka dapatkan?
Sudah saya singgung di paragraf sebelumnya bahwa fasilitas pengajaran dan pemahaman materi belum sepenuhnya terealisasi. Maka wajar saja jika tidak sedikit mahasiswa menginginkan adanya subsidi kuota setelah diskon UKT yang ternyata hanya berujung PHP.
Seruan permintaan subsidi kuota sudah banyak terdengar di berbagai media sosial. Bukan hanya di IAIN Surakarta namun di beberapa PTKIN dan PTN di seluruh Indonesia telah ramai diperbincangkan. Bahkan IAIN Metro, IAIN Palu, IAIN Langsa, IAIN Bengkulu, UIN Sunan Ampel Malang dan beberapa Perguruan Tinggi lainnya telah mendapatkan bantuan subsidi kuota. Lantas bagaimana dengan IAIN Surakarta? Akankah subsidi kuota akan mengucur di semester depan?
Sebenarnya IAIN Surakarta telah memberikan subsidi kuota di awal pelaksanaan kuliah online namun subsidi tersebut tidak mampu mengcover seluruh mahasiswa IAIN Surakarta. Subsidi yang diberikan hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang menggunakan operator tertentu dan tidak mampu menjangkau mahasiswa dengan operator yang berbeda. Selain itu subsidi yang diberikan dinilai tidaklah efektif, mengapa demikian? Jawabannya adalah karena kuota yang didapatkan dari subsidi tersebut tidak dapat digunakan untuk mengakses berbagai macam aplikasi perkuliahan karena hanya disediakan untuk perkuliahan via e-learning yang notabene tidak semua pengajar dan mahasiswa menggunakan aplikasi tersebut. Seharusnya pemberian subsidi kuota ini sudah selayaknya untuk dievaluasi agar dapat menjangkau seluruh mahasiswa tanpa tebang pilih. Mengingat permasalahan kuota internet tidak hanya dialami satu atau dua mahasiswa saja, namun sebagian besar mahasiswa mengalaminya. Semoga subsidi kuota dapat terealisasi agar perkuliahan tetap berjalan walaupun di tengah pandemi.